Mekanisme Biosintesis dan Mekanisme Kerja Hormon Steroid
A. Mekanisme Biosintesis Hormon
Kortikosteroid
Kortisol
merupakan hormon steroid. Hormon ini dibentuk dari kolesterol terutama
kolesterol yang ditranspor dalam darah dalam bentuk lipoprotein densitas rendah
(LDL). LDL terdiri dari inti hidrofobik bagian dalam dari ester kolesterol dan
trigliserida, yang dikelilingi lapisan tunggal fosfolipid polar dan apoprotein.
Salah satu jenis apoprotein adalah apolipoprotein-E (APO-E), yang nantinya akan
berikatan dengan reseptor lipoprotein pada membran plasma sel adrenal. Dengan
stimulasi dari ACTH, LDL akan masuk ke dalam sel adrenal (terjadi transport
kolesterol ke dalam sel adrenal).
Kolesterol
selanjutnya akan diubah menjadi pregnenolon oleh enzim desmolase pada
mitokondria sel adrenal. Setelah dilepaskan dari mitokondria, pregnenolon
dimetabolisme lebih lanjut dalam RE halus menjadi 17-hidroksipregnenolon
kemudian menjadi 17-hidroksiprogesteron. Lanjut diubah menjadi
11-deoksikortisol. Akhirnya diubah menjadi kortisol. Sebenarnya kortisol masih
bisa dimetabolisme lebih lanjut menjadi kortison, terjadi di hati. Kortison ini
merupakan salah satu glukokortikoid seperti kortisol tetapi affinitasnya lebih
rendah (Greenstein dan Wood, 2010).
B. Mekanisme Kerja Hormon Kortisol
Kortisol
merupakan hormon steroid sehingga ia bersifat lipofilik. Sifat ini menyebabkan
sebagian besar kortisol yang berada di dalam darah, berikatan dengan protein.
90 persen kortisol berikatan dengan protein globulin khusus pengikat hormon
kortisol yang disebut Cortisol Binding
Globulin (CBG) atau bisa disebut transkortin.
Ketika
kortisol mencapai sel target, ia akan melepas ikatannya dengan CBG. Karena
bersifat lipofilik, dengan mudah kortisol menembus membran sel berikatan dengan
reseptornya yang berada di dalam sitoplasma. Reseptor ini dinamakan Glucocorticoid Reseptors (GRs). Heat Sock Protein (HSP) yang tadinya
berikatan dengan GRs, kini menjadi bebas
karena proses fosforilasi akibat dari adanya ikatan kortisol dan GRs
membentuk kompleks hormon-reseptor.
Kompleks
hormon-reseptor ini kemudian bergabung dengan kompleks hormon-reseptor yang
lain membentuk suatu dimer kemudian masuk ke dalam nukleus. Struktur zinc finger pada GRs mengakibatkan dimer
kompleks hormon-reseptor bisa berikatan dengan suatu sekuens spesifik DNA yang
disebut sebagai Hormone Response Element (HRE)
dalam hal ini Glucocorticoid Response
Element (GRE). Bersama dengan protein faktor transkripsi lain, GRs dapat
menjadi stimulator atau supresor dari transkripsi DNA. Tetapi biasanya GRs akan
bekerja menstimulasi transkripsi DNA yang selanjutnya membentuk m-RNA untuk
ditranslasi memproduksi protein tertentu.
Selain mekanisme tersebut, pada beberapa kasus
kortisol juga dapat memiliki mekanisme kerja seperti hormon peptida. Proses ini
disebut sebagai non-genomic action
karena tidak menyebabkan terjadinya trankripsi DNA. “The serum protein
that transports cortisol, cortisol-binding globulin (CBG), can also bind to
cell surface receptors. Cortisol may then bind to the CBG-receptor complex and
activate adenylate cyclase, thereby providing a mechanism by which cortisol
exerts non-genomic actions,” Nussey dan Whitehead (2001).
Daftar Pustaka
Greenstein
B dan Wood DF. 2010. At a Glance Sistem
Endokrin (edisi kedua). Alih bahasa : Yasmine E dan Rachmawati AD. Jakarta
: Penerbit Erlangga
Hall
JE dan Guyton AC. 2014. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran (edisi keduabelas). Jakarta : Saunders Elsavier
Sherwood, Lauralee (2001) .Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem.
2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Comments
Post a Comment
Mari berkomentar dengan baik dan bijak.....