SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK-EKONOMI INDONESIA ERA ORDE BARU

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG BERDIRINYA ORDE BARU
Orde baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan presiden Soeharto di Indonesia. Orde baru menggantikan orde lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998 dalam jangka waktu tersebut perkembangan ekonomi indonesia berkembang pesat walaupun pada saat itu terjadi persamaan praktek korupsi yang merajalela dinegara ini. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan PKI tahun 1965.
Beberapa hal hal yang melatarbelakangi berdirinya orde baru:
1.      Terjadinya peristiwa gerakan 30 September 1965.
2.      Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa gerakan 30 September 1965 dan ditambahnya dengan adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung lama.
3.      Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600% sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga barang bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.
4.      Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demokrasi menuntut agar PKI beserta organisasi masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya di adili..
5.      Kesatuan aksi (KAMI, KAPI, KPPI, KASI dsb) yang ada dimasyarakat akan bergabung membentuk kesatuan aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghancurkan tokoh yang terlibat dalam gerakan 30 September 1965. Kesatuan aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 didepan gedung DPR mengajukan tuntutan yang dikenal dengan TRITURA (tri tuntutan rakyat) berisi :
      1) Pembubaran PKI beserta organisasi massanya
      2
) Pembersihan kabinet Dwikora
      3 Penurunan harga-harga barang

6.      Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan pembentuk kabinet seratus menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa gerakan 30 September 1965. Wibawa dan kekuasaan presiden Soekarno semakin menurun setelah upaya mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk mahkamah militer luar biasa (Mahmilub).
7.      Sidang paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil, maka presiden mengeluarkan surat pemerintah 11 Maret 1966 (supersemar) yang ditunjukan bagi Letjen Soeharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan keadaan negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
Setelah dikelurkan Supersemar  maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.Penataan dilakukan didalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar  berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah karena Suharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Munculnya konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia.

            Hal ini disebabkan karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan. Konflik Dualisme inilah yang membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya karena akhirnya Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Suharto.Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno dan mengangkat Suharto sebagai pejabatPresiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Sukarno .Tanggal 12Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat  Presiden Republik  Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru. Pada Sidang Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia.

PEMBAHASAN

A.    STRUKTUR POLITIK
      Presiden Soeharto memulai orde baru dalam dunia politik indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh soekarno sampai akhir jabatannya. Orde baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijaksanaannya melalui struktur administratifnya yang didominasi militer, DPR, dan MPR tidak berfungsi efektif. Anggotanya juga seringkali dipilih dari kalangan militer khususnya mereka yang dekat dengan cendana.dan hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat kurang di dengar pusat.
Jenderal Soeharto sebagai pemimpin utama orde baru yang menjabat ketua presidium kabinet ampera, pada tanggal 19 April 1969 telah memberikan uraian mengenai hakekat orde baru yaitu sebagai berikut “Orde baru adalah tatanan seluruh perkehidupan rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia yang diletakkan kepada kemurnian pelaksanan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dilihat dari proses lahirnya cita-cita mewujudkan orde baru itu merupakan suatu reaksi dan koreksi prinsipil terhadap praktek-praktek penyelewengan yang telah terjadi pada pada waktu-waktu yang lampau yang disebut dengan orde lama. Orde baru  hadir dengan semangat “koreksi total” atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa orde lama. Jadi oleh karena itu pengertian orde baru yang terpenting ialah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekat mental dan iktikhad baik yang mendalam untuk mengabdi kepada rakyat, mengabdi kepada kepentingan nasional yang dilandasi oleh falsafah Pancasila dan yang menjunjung tinggi azas dan sendi undang-undang dasar 1945.
Landasan-landasan orde baru antara lain :
1.      Landasan idiil
Falsafah dan ideologi negara pancasila
2.      Landasan konstitusional
Undang-undang dasar 1945 dan adapun landasan situasional adalah landasan-landasan yang dipakai sampai terbentuknya pemerintahan baru sesudah pemilihan umum.

~     Pembubaran PKI dan Organisasi masanya
Dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, serta stabilitas pemerintahan, Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan kebijakan:
·   Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan Ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966
·   Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia
·   Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965.
~     Penyederhanaan Partai Politik
Pada tahun 1973 setelah dilaksanakan pemilihan umum yang pertama pada masa Orde Baru pemerintahan pemerintah melakukan penyederhanaan dan penggabungan (fusi) partai- partai politik menjadi tiga kekuatan sosial politik. Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan program. Tiga kekuatan sosial politik itu adalah:
·   Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan PERTI
·   Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo
~    Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan Pemilu. Pada Pemilu 1997 yang merupakan pemilu terakhir masa pemerintahan Orde Baru, Golkar memperoleh 74,51 % dengan perolehan 325 kursi di DPR dan PPP memperoleh 5,43 % dengan perolehan 27 kursi. Sedangkan PDI mengalami kemorosotan perolehan suara dengan hanya mendapat 11 kursi di DPR. Hal disebabkan adanya konflik intern di tubuh partai berkepala banteng tersebut. PDI akhirnya pecah menjadi PDI Suryadi dan PDI Megawati Soekarno Putri yang sekarang menjadi PDIP. Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama masa pemerintahan Orde Baru telah menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan baik Apalagi Pemilu berlangsung dengan asas LUBER (langsung, umum, bebas, dan rahasia). Namun dalam kenyataannya, Pemilu diarahkan untuk kemenangan salah satu kontestan Pemilu saja yaitu Golkar. Kemenangan Golkar yang selalu mencolok sejak Pemilu 1971 sampai dengan Pemilu 1997 menguntungkan pemerintah yang perimbangan suara di MPR dan DPR didominasi oleh Golkar. Keadaan ini telah memungkinkan Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode, karena pada masa Orde Baru presiden dipilih oleh anggota MPR. Selain itu setiap pertanggungjawaban, rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan MPR dan DPR tanpa catatan.
~    Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI
Di masa Orde Baru, ABRI menjadi institusi paling penting di Indonesia. Selain menjadi angkatan bersenjata, ABRI juga memegang fungsi politik, menjadikannya organisasi politik terbesar di negara. Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal dengan sebutan Dwi Fungsi ABRI. Timbulnya pemberian peran ganda pada ABRI karena adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan POLRI dalam pemerintahan adalah sama. di MPR dan DPR mereka mendapat jatah kursi dengan cara pengangkatan tanpa melalui Pemilu. Pertimbangan pengangkatan anggota MPR/DPR dari ABRI didasarkan pada fungsinya sebagai stabilitator dan dinamisator. Peran dinamisator sebenarnya telah diperankan ABRI sejak zaman Perang Kemerdekaan. Waktu itu Jenderal Soedirman telah melakukannya dengan meneruskan perjuangan, walaupun pemimpin pemerintahan telah ditahan Belanda. Demikian juga halnya yang dilakukan Soeharto ketika menyelamatkan bangsa dari perpecahan setelah G 30 S/PKI, yang melahirkankan Orde Baru.
Sistem ini memancing kontroversi di tubuh ABRI sendiri. Banyak perwira, khususnya mereka yang berusia muda, menganggap bahwa sistem ini mengurangi profesionalitas ABRI. Masuknya pendidikan sosial dan politik dalam akademi militer mengakibatkan waktu mempelajari strategi militer berkurang.
Secara kekuatan, ABRI juga menjadi lemah dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya. Saat itu, hanya ada 533.000 prajurit ABRI, termasuk Polisi yang kala itu masih menjadi bagian dari ABRI. Angka ini, yang hanya mencakup 0,15 persen dari total populasi, sangat kecil dibanding Singapura (2,06%), Thailand (0,46%), dan Malaysia (0,68%).[16] Pendanaan yang didapatkan ABRI pun tak kalah kecil, hanya sekitar 1,96% dari total PDB, sementara angkatan bersenjata Singapura mendapatkan 5,48% dan Thailand 3,26%.Selain itu, peralatan dan perlengkapan yang dimiliki juga sedikit; ABRI hanya memiliki 100 tank besar dan 160 tank ringan.


~    Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Sehingga sejak tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas tunggal merupakan pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila, demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Pancasila dianggap memiliki kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.

~     Hubungan antarLembaga Negara
Hubungan antar lembaga politik merupakan hubungan yang akan menciptakan suatu proses pemerintahan yang baik. Hubungan akan baik jika antar lembaga Negara mengerti tugas dan peran masing-masing dalam pemerintahan.hubungan antar lembaga Negara Indonesia adalah keseimbangan dalam lembaga eksekutif , legeslatif, yudikatif. Masa orde baru hubungan dan kedudukan antara eksekutif dan legeslatif dalam sistem UUD 1945, sebetulnya telah diatur, kedua lembaga tersebut sama akan kedudukannya. Pemerintahan pada masa orde baru, kekuasaan eksekutif lebih dominan terhadap semua aspek kehidupan pemerintahan dalam negara kita. Dominasi kekuasaan eksekutif mendapat legimilitasi konstitusional, karena dalam penjelasan umum UUD 1945 bahwa presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dibawah majelis. Presiden juga memiliki kekuasaan diplomatik. Kekuasaan pada masa orde baru pada presiden begitu besar sehingga presiden Soeharto bisa menjabat presiden seumur hidup. DPR sebagai lembaga pengawasan tidak berjalan secara efektif.

~     Pembentukan kabinet pembangunan
Kabinet ini awal l pada peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah kabinet ampera dengan tugas yang terkenal dengan nama dwi darma kabinet ampera yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk melaksenakan pembangunan nasional. Kabinet pembangunan pada tahun 1968 dalam sidang MPRS ada tugas lain pula yang disebut pancakrida.

~     SISTEM KELEMBAGAAN NEGARA 
Sistem merupakan kumpulan bagian-bagian pemerintahan yang tersusun secara sistematis dan fungsional untuk mencapai suatu tujuan. Bagian-bagian dari lembaga negara terdiri dari berbagai tugas dan kewajiban untuk saling melengkapi, dalam proses kelembagaan negara Indonesia. Sistem lembaga negara ialah:
1.      Indonesia adalah Negara hukum
Negara Indonesia berdasar hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuassaan belaka (machtsaat). Negara di dalamnya terdiri dari lembaga-lembaga Negara melaksanakan tugasnya berdasarkan hukum.
2.       Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi atau hukum dasar. Sistem ini memberi ketegasan akan pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan-ketentuan.
3.   Kekuasaan Negara tertinggi adalah MPR
Kedaulatan rakyat di pegang oleh MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat. Tugas MPR, yaitu :
·   Menetapkan Undang-Undang Dasar
·   Menetapkan GBHN
·   Mengangkat kepala Negara dan wakilnya
4.   Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan negara tertinggi menurut UUD
Presiden dalam menjalankan pemerintahan, tanggung jawab penuh ada ditangan presiden. Presiden tidak hanya dilantik dari majelis dan juga melaksanakan kebijakan dari GBHN ataupun ketetapan MPR.
5.   Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Kedudukan presiden degan DPR dan presiden membentuk undang-undang dan APBN. Presiden bekerja sama dengan DPR, presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan. Presiden juga tidak bisa membubarkan DPR.
6.   Menteri Negara
Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri Negara. Menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR dan kedudukannya tidak tergantung dari dewan, tapi tanggung jawab kepada presiden.
7.   Kekuasaan Kepala  Negara tidak tak-terbatas.
8.   Dewan Perwakilan Rakyat.

~      Penataan Politik Luar Negeri
Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diupayakan kembali kepada jalurnya yaitu politik luar negeri yang bebas aktif. Untuk itu maka MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar negeri Indonesia. Dimana politik luar negeri Indonesia harus berdasarkan kepentingan nasional, seperti permbangunan nasional, kemakmuran rakyat, kebenaran, serta keadilan.
1.      Kembali menjadi anggota PBB
Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.

2.      Normalisasi hubungan dengan beberapa Negara
·  Pemulihan hubungan dengan Singapura
Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia menyampikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang disampaikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya pemerintah Singapura pun menyampikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan diplomatik.

·   Pemulihan hubungan dengan Malaysia
Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi:
ü  Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
ü  Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
ü  Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan. Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 Agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing negara..

·         Pendirian ASEAN (Association of South-East Asian Nations)
Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya organisasi ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. Latar belakang didirikan Organisasi ASEAN adalah adanya kebutuhan untuk menjalin hubungan kerja sama dengan negara-negara secara regional dengan negara-negara yang ada di kawasan Asia Tenggara. Tujuan awal didirikan ASEAN adalah untuk membendung perluasan paham komunisme setelah negara komunis Vietnam menyerang Kamboja. Hubungan kerjasama yang terjalin adalah dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Adapun negara yang tergabung dalam ASEAN adalah Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina.

·         Integrasi Timor-Timur ke Wilayah Indonesia
        Timor- Timur merupakan wilayah koloni Portugis sejak abad ke-16 tapi kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat di Portugis sebab jarak yang cukup jauh. Tahun 1975 terjadi kekacauan politik di Timor-Timur antar partai politik yang tidak terselesaikan sementara itu pemerintah Portugis memilih untuk meninggalkan Timor-Timur. Kekacauan tersebut membuat sebagian masyarakat Timor-Timur yang diwakili para pemimpin partai politik memilih untuk menjadi bagian Republik Indonesia yang disambut baik oleh pemerintah Indonesia. Secara resmi akhirnya Timor-Timur menjadi bagian Indonesia pada bulan Juli 1976 dan dijadikan provinsi ke-27. Tetapi ada juga partai politik yang tidak setuju menjadi bagian Indonesia ialah partai Fretilin. Hingga akhirnya tahun 1999 masa pemerintahan Presiden Habibie melakukan jajak pendapat untuk menentukan status Timor-Timur. Berdasarkan jajak pendapat tersebut maka Timor-Timur secara resmi keluar dari Negara Kesatuan republik Indonesia dan membentuk negara tersendiri dengan nama Republik Demokrasi Timor Lorosae atau Timur Leste.


B.     STRUKTUR EKONOMI

1.      Pelita I

Dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974. Tujuan Pelita I adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap-tahap berikutnya. Sasaran yang hendak dicapai ialah pangan, sandang, perbaikkan prasarana, perumahan rakyat (papan), perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita I lebih menekankan pada pembangunan bidang pertanian. Hal ini disebabkan, karena sebagian besar penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Pelita I telah mencapai hasil yang cukup memuaskan di beberapa bidang, yang ditunjukkan oleh beberapa indicator sebagai berikut.
1) Bidang Pertanian, produksi beras mengalami kenaikan rata-rata hinggal 4% setahun.
2) Bidang Industri, terutama sektor industri pupuk, semen, dan tekstil.
3) Bidang Perhubungan, khususnya perbaikan jalan yang menunjukkan hasil cukup memuaskan.
4) Bidang Kelistrikkan, yang ditandai dengan berhasilnya pembangunan pusat-pusat tenaga listrik seperti contoh : PLTA Karangkates, Riam Kanan, Selorejo, serta pembangunan PLTU di Tanjung Priok dan Ujungpandang.
5) Bidang Pendidikan, yang ditandai dengan indicator sebagai berikut.
*) Pembagian 63,5 juta buku bagi guru dan murid,
*) pembangunan 6000 gedung SD,
*) mengangkat 57.740 guru,
*) pembangunan pusat-pusat pelatihan teknik,
*) merehabilitasi sekolah-sekolah kejuruan, dan
*) penataran tenaga-tenaga pengajar.
Peningkatan di berbagai sektor pembangunan merupakan indikasi semakin baiknya kondisi ekonomi masyarakat jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi masa Orde Lama. Pemerintah juga memberikan penghargaan kepada daerah yang berhasil dalam pembangunan dengan menganugerahkan Parasamya Purnakarya Nugraha. Anugerah tersebut merupakan penghargaan tertinggi yang dicapai oleh suatu daerah dalam perihal pembangunan.
Seiring dengan pelaksanaan Pelita I, pada tanggal 12 hingga 25 Maret 1973, MPR hasil Pemilu 1971 melangsungkan Sidang Umum MPR. Dalam Sidang Umum tersebut, MPR berhasil menetapkan GBHN berdasarkan Ketetapan No. IV/MPR/1973. Di samping itu, MPR juga mengangkat Soeharto kembali sebagai Presiden RI/Mandatris MPR berdasarkan Ketetapan No. IX/MPRS/1973 dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai wakil presiden berdasarkan Ketetapan No.XI/MPRS/1973. Keduanya dilantik pada tanggal 25 Maret 1973.
Pada tanggal 27 Maret 1973, di Istana Negara Presiden Soeharto kemudian mengumumkan susunan kabinet baru. Kabinet tersebut terdiri dari 17 menteri yang memimpin departemen dan lima menteri negara.




2. Pelita II
Pelita II dilaksanakan mulai 1 April 1974. Sasaran utama Pelita II, yaitu tersedianya pangan, sandang, perumahan (papan), sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.
Pelita II berdampak pada kehidupan masyarakat. Keseluruhan kegiatan Pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% setahun. Di bidang pengairan telah berhasil diperbaiki dan disempurnakan kira-kira 00.000 hektar. Di samping perbaikan dan penyempurnaan juga dibangun jaringan irigasi kurang lebih 500.000 hektar dan pengaturan serta pengembangan sungai dan rawa kurang lebih 600 hektar.
Di bidang industri terjadi kenaikan produksi kerajinan rakyat, industri kecil, industri menengah, dan industri besar. Produksi tekstil meningkat dari 900 juta menjadi 1,3 juta meter. Produksi semen memperlihatkan kenaikan yang mencolok dari 900 ribu ton menjadi 5 juta ton.
Di bidang perhubungan tercatat rehabilitasi jalan sepanjang 8000 km dan jembatan 21.000 meter. Di samping itu selesai dibangun pula jalan baru sepanjang 850 km dan jembatan baru sekitar 6.500 km.
Setahun sebelum Pelita II berakhir, telah terbentuk MPR hasil Pemilu 1977. Pada tanggal 11 sampai dengan 23 Maret 1978, MPR menyelenggarakan sidang umum. Dalam sidang tersebut, Soeharto diangkat kembali menjadi Presiden Republik Indonesia dan Adam Malik sebagai wakil presiden. Setelah diambil sumpahnya, Presiden Soeharto beberapa hari kemudian mengumumkan susunan Kabinet Pembangunan III.

3. Pelita III
Pelita III dimulai pada 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984. Pelita III ini menekankan pada Trilogi Pembangunan. Asas-asas pemerataan ini dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan, yang meliputi aspek-aspek pemerataan sebagai berikut.
1) Pemerataan pemenuhan kebutuhan rakyat banyak khususnya pangan, sandang, dan perumahan (papan).
2) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3) Pemerataan pembagian pendapatan.
4) Pemerataan kesempatan kerja.
5) Pemerataan kesempatan berusaha.
6) Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7) Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8) Pemerataan memperoleh keadilan.
Setahun sebelum berakhirnya Pelita III, Pemilu 1982 telah menghasilkan MPR RI baru. Lembaga ini mengadakan Sidang Umum MPR RI pada tanggal 1 hingga 11 Maret 1983. Dalam Sidang Umum tersebut, Soeharto terpilih kembali sebagai presiden dan Umar Wirahadikusuma sebagai wakilnya. Beberapa hari kemudian dibentuklah Kabinet Pembangunan IV.

4. Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 – 31 Maret 1989. Pada Pelita IV ini, pemerintah lebih menitikberatkan sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.
Adapun hasil-hasil yang dicapai hingga akhir Pelita IV adalah sebagai berikut.
1) Swasembada Pangan 

Presiden Soeharto saat menghadiri acara 'Panen Raya' sebagai simbol dari keberhasilan swasembada pangan.



Presiden Soeharto ketika menerima penghargaan dari FAo atas keberhasilan bangsa Indonesia di dalam swasembada pangan.

Kecukupan pangan, tempat tinggal yang nyaman, dan jumlah keluarga yang terencana merupakan factor penting untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Ketiga hal ini menjadi focus perhatian pemerintah Orde Baru.
Sebagai bangsa agraris yang mayoritas masyarakatnya hidup dan bekerja di bidang pertanian, maka pembangunan di sektor ini mendapat perhatian utama. Kerja keras dalam bidang pertanian sejak Pelita I (1969), membuat Indonesia mampu meningkatkan hasil pertanian dan memperbaiki kehidupan petani. Kerja keras para petani ini berhasil meningkatkan produksi beras dari hanya 12,2 juta ton pada tahun 1969 menjadi lebih dari 25,8 juta ton pada tahun 1984. Hasilnya, pada tahun 1984, Indonesia berhasil mencapai swasembada beras yang merupakan kebutuhan pokok penduduk.
Keberhasilan ini mempunyai nilai yang spektakuler, karena mengubah Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar di dunia menjadi negara swasembada. Kesuksesan ini pula yang membuat Indonesia mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia). Presiden Soeharto pun diundang untuk berpidato di depan konferensi ke-23 FAO di Roma, Italia, pada tanggal 14 November 1985.
Dalam kesempatan berpidato tersebut, Presiden Soeharto menyampaikan pernyataan penting yang ditujukan kepada negara-negara maju anggota FAO. Beliau mengatakan, bahwa selain bantuan pangan yang paling penting adalah kelancaran ekspor komoditi pertanian dari negara-negara yang sedang membangun ke negara-negara industri maju. Ekspor pertanian bukan semata-mata untuk meningkatkan devisa, tetapi lebih dari itu, untuk memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan petani.

2) Keluarga Berencana
Menurut Presiden Soeharto, kenaikan produksi pangan yang besar tidak akan banyak artinya jika pertambahan jumlah penduduk tidak terkendali. Karena itu pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Program KB dikoordinasikan oleh BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yang dibentuk tahun 1970. Program ini semula memang ditentang secara luas, namun belakangan mendapat dukungan dari para pemuka agama. KB bukan lagi sebuah program yang ditekankan oleh pemerintah, tetapi menjadi popular di kalangan keluarga dan dilaksanakan atas kesadaran diri sendiri.
Strategi yang diterapkan dalam Program Kependudukan dan Keluarga Berencana adalah tercapainya jumlah penduduk yang serasi dengan laju pembangunan. Program KB telah berhasil menekan laju pertumbuhan jumlah penduduk secara nyata serta meningkatkan kesejahteraan penduduk Indonesia.
Selain itu, perhatian Orde Baru terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dilakukan secara terus-menerus. Program imunisasi polio dengan memberikan vaksin kepada bayi dan anak-anak balita di seluruh Indonesia merupakan wujud pemerintah dalam menciptakan kesehatan. Melalui program imunisasi ini, Indonesia waktu itu dinyatakan bebas polio.
Presiden Soeharto dan jajaran BKKBN yang dipimpin oleh Haryono Suyono, telah berhasil mengubah persepsi “banyak anak banyak rezeki” menjadi “keluarga kecil bahagia”. Pandangan hidup ini menjadi begitu mendarah daging dalam masyarakat, baik bagi yang sudah menikah maupun belum menikah. Atas keberhasilan pelaksanaan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana, Presiden Soeharto pun akhirnya memperoleh penghargaan tertinggi PBB di bidang kependudukan.




3) Rumah untuk Keluarga

Presiden Soeharto ketika sedang meninjau pabrik yang nantinya akan menciptakan rumah-rumah murah untuk keluarga.

Program pembangunan perumahan sangat penting bagi kehidupan rakyat, karena bukan sekedar tempat tinggal, tetapi juga tempat pembentukan watak dan jiwa melalui kehidupan keluarga. Untuk memantapkan program tersebut, pemerintah membentuk Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional (BKPN) pada bulan Mei 1972. Sebagai badan pelaksana, kemudian dibentuk Perum Pembangunan Rumah Nasional.
Pada Pelita II sudah mulai diperkenalkan sistem pembiayaan pembelian rumah melalui fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Adapun pada Pelita III, pembangunan perumahan yang terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah terus ditingkatkan.
Secara kuantitatif dan kualitatif, pembangunan perumahan terus meningkat dari waktu ke waktu. Pada Pelita IV, secara kualitatif ditingkatkan pengembangan program perumahan dan pemukiman di daerah perkotaan. Program tersebut meliputi perintisan perbaikan lingkungan perumahan kota di 400 lokasi kota, perintisan peremajaan kota di beberapa kota besar, dan pengembangan kota serta pusat-pusat pertumbuhan baru.
Pada tahun 1987, diadakan pemilu yang menghasilkan terbentuknya MPR-RI yang baru. Pada tanggal 1 sampai 11 Maret 1988, MPR menyelenggarakan sidang umum. Dalam Sidang Umum tersebut, disamping menetapkan GBHN berdasarkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1988, juga telah mengangkat Soeharto sebagai presiden kembali dan Soedharmono sebagai wakilnya.

5. Pelita V
Pelita V dilaksanakan mulai 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Pada Pelita V ini, pemerintah menitikberatkan pada sektor pertanian serta sektor industri untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya serta menghasilkan barang-barang untuk diekspor. Sementara itu, dalam bidang industri dititikberatkan pada peningkatan industri yang bersifat pada karya dan industri yang menghasilkan mesin-mesin industri.
Sesuai dengan ketetapan dalam GBHN, Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertama yang dirampungkan dengan selesainya pelaksanaan Pelita V. Setelah itu akan dilanjutkan, ditingkatkan, dan diperluas dengan Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun kedua yang dimulai dengan Pelita VI. Sasaran utama Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertama di bidang ekonomi adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang. Sasaran dititikberatkan pada kekuatan industry yang didukung oleh bidang pertanian. Keadaan ini selanjutnya menjadi landasan bidang ekonomi yang menghantarkan pembangunan Indonesia dalam Repelita VI. Dalam Repelita VI, Indonesia diharapkan mulai memasuki proses tinggal landas untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Satu tahun sebelum Pelita V berakhir, diselenggarakan Pemilu pada tahun 1992. Berdasarkan hasil pemilu tersebut, terbentuklah lembaga MPR RI yang baru. Pada tanggal 1 sampai 11 Maret 1993 diselenggarakan Sidang Umum MPR. Setelah Soeharto terpilih kembali sebagai presiden dan Tri Sutrisno sebagai wakilnya, maka dibentuklah Kabinet Pembangunan VI.

6. Pelita VI
Pelita VI dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 sampai dengan 31 Maret 1999. Pada Pelita VI ini, pemerintah masih tetap menitikberatkan pembangunan pada sektor bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi ini berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Keberhasilan Orde Baru dalam pembangunan di berbagai bidang terhitung sejak Pelita I hingga Pelita VI, akhirnya mengalami tantangan yang cukup hebat. Pada akhir tahun 1997, Indonesia diterpa badai krisis yang sulit diatasi. Semua itu bermula dari krisis moneter yang kemudian berlanjut pada krisis ekonomi yang akhirnya menimbulkan krisis kepercayaan kepada pemerintah.
Pelita VI yang dimulai sejak 1 April 1994 dan direncanakan berakhir hingga 31 Maret 1999 akhirnya kandas di tengah jalan. Sementara itu, pemilu yang diselenggarakan tahun 1997 kembali dimenangkan oleh Golkar dan menetapkan lagi Soeharto sebagai presiden dan B.J. Habibie sebagai wakilnya. Namun, semua itu tidak banyak membantu memulihkan keadaan Indonesia untuk keluar dari krisis.




PENUTUP

A.     KESIMPULAN 
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki tatanan atau aturan pemerintahan. waktu ke waktu dari masa ke masa dalam pemerintahan orde baru yakni tahun 1966 sampai 1998. Pada masa orde baru sistem kelembagaan negara terdiri dari MPR, DPR, DPA, BPK, Presiden, dan MA. Lahirnya  orde baru  dilatarbelakangi oleh terjadinya G30S 1965, diikuti dengan kondisi politik, keamanan dan ekonomi yang kacau (inflasi tinggi). Wibawa presiden Soekarno semakin menurun setelah gagal mengadili tokoh-tokoh yang terlibat G30S. Presiden mengeluarkan SUPERSEMAR 1966 bagi Letjen Soeharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk memperbaiki keadaan negara. Akhirnya Presiden Soekarno mengundurkan diri dan digantikan oleh Presiden Soeharto.
Pada masa awal Orde Baru pembangunan ekonomi di Indonesia maju pesat mulai dari pendapatan perkapita, pertanian, pembangunan infrastruktur dll. Upaya pembangunan ekonomi dilaksanakan melalui REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yangdimulai pada tanggal 1 April 1969. Namun pada akhir tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi. Kondisi kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela.
Dalam bidang sosial budaya pada masa orde baru telah mengalami kemajuan. Antara lain makin  meningkatnya  pelayanan  kesehatan bagi masyarakat dan fasilitas pendidikan dasar sudah makin merata dengan adanya program wajib belajar 9 tahun. Ditetapkan tentang P-4 yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Parasetia Pancakarsa)untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.
·
       Kekurangan Orde baru antara lain :
1.         Maraknya KKN atau yang dikenal dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
2.         Terjadinya kesenjangan sosial antara Orang kaya dengan Orang miskin
3.         Pemerataan Pembangunan yang tidak merata seperti pembangunan yang lambat di daerah Aceh dan Papua
4.         Pelanggaran HAM yang sering terjadi, demi keamanan.
5.         Birokrasi Indonesia yang menurun drastis
6.         Muncul rasa cemburu antar penduduk akibat transmigrasi yang berlebihan
7.         Timbul kesenjangan pembangunan antara  pusat dan daerah 
8.         Segala bentuk kritikan di haramkan pada saat itu
9.         Pers sangat di batasi pergerakannya
10.     Golkar menjadi senjata utama dalam sistem politik Indonesia pada waktu itu
·      Kelebihan Orde Baru antara lain:
1.         Indonesia sukses memerangi buta huruf pada masyarakat 
2.         Sukses melaksanakan swasembada pangan
3.         Pendapatan  perkapita Indonesia pada saat itu mengalami peningkatan yang drastis
4.         Sukses menjalankan Pemilihan umum
5.         Sukses memerangi pengangguran
6.         Berhasil menerapkan sistem Repelita atau (Rencana pembangunan lima tahun)
7.         Berhasil meningkatkan Program transmigrasi
8.         Berhasil mendatangkan investor asing dari luar negeri
9.         Berhasil menjalankan program KB (Keluarga Berencana)
10.     Sukses menegakkan Wajib belajar

B.     SARAN
Dengan permasalahan yang dialami oleh pemerintahan pada masa Orde Baru, seperti dengan banyaknya hutang luar negeri bangsa Indonesia untuk pembangunan, meskipun pembangunan berjalan dengan lancar, tapi Indonesia menanggung utang yang begitu banyak. Selain itu, pemerintah pada zaman tersebut terjadi sentralisasi dalam pemerintahan dan kegiatan ekonomi.
Oleh karena itu penulis memberikan saran terhadap permasalahan tersebut. Yaitu lakukan otonomi daerah kepada seluruh propinsi, sehingga potensi-potensi yang ada pada daerah tersebut bisa dioptimalkan dengan seefisien mungkin. Harus terjadi transparansi dalam sistem keuangan sehingga masyarakat bisa mengerti.



bisa juga didownload dalam bentuk makalah

Comments

Popular posts from this blog

Manfaat Limit Dalam Kehidupan Sehari-hari

Pakaian Adat Jawa Tengah Pria

Laporan Praktikum Tingkat Reaksi