Diagnosis Cushing Syndrome dan Cushing Disease
Diagnosis
cushing disease :
Melakukan diagnosis untuk cushing’s
disease itu tidak mudah,karena tanda-tanda klinis dan gejalanya seringkali
tidak spesifik. Menetapkan diagnosis yang akurat dari Penyakit Cushing
bergantung pada urutan menyeluruh dan bertahap dari penelitian laboratorium dan
pencitraan. Jika kecurigaan klinis untuk Sindrom Cushing ada, salah satu dari
beberapa tes skrining untuk hiperkortisolisme harus dilakukan, termasuk tes
malam hari kortisol saliva, tes kortisol urin bebas 24 jam, 1 mg deksametason
semalam tes supresi (DST), atau lagi dosis rendah DST (0,5 mg setiap 6 jam
selama 48 jam). Sebuah tes kedua untuk hypercortisolemia adalah lebih baik
untuk mengkonfirmasi diagnosis sindrom Cushing, diikuti oleh tingkat ACTH serum
untuk membedakan ACTH tergantung dari hypercortisolemia ACTH-independen.
Pada pasien dengan sindrom cushing
ACTH-dependent (mayoritas), MRI dari
sella dengan pemberian kontras harus dilakukan selanjutnya. MRI mungkin negatif
dalam sebanyak 40% kasus penyakit Cushing, meskipun kehadiran dari ACTH
mikroadenoma hipofisis dan kemungkinan tambahan modalitas,karena itu diperlukan
untuk menegakkan diagnosis. Di antara pasien dengan penyakit Cushing dan adenoma
hipofisis teridentifikasi pada MRI, 85-87% memiliki mikroadenoma (diameter
tumor <10 mm) dan sisanya 13-15% memiliki makroadenoma (diameter ≥10 mm).
Invasi daerah sekitarnya terjadi pada 13-25% kasus, dan lebih sering terjadi
pada pasien dengan sindrom Nelson. ACTH-adenoma biasanya hypoenhancing pada T1
pencitraan setelah pemberian kontras dan mungkin hyperintense pada T2
pencitraan dibandingkan dengan kelenjar pituitari yang normal. Dinamis MRI
kontras telah dilaporkan memberikan keuntungan diagnostik untuk kasus yang
dipilih dari mikroadenoma kecil dan dianjurkan jika standar hipofisis MR
pencitraan negatif. spoiled-gradien recall akuisisi dengan pemotongan tipis
pencitraan juga telah dilaporkan secara substansial meningkatkan resolusi
pencitraan dan diagnosis mikroadenoma kecil.
Jika MR pencitraan negatif, namun kecurigaan
kuat untuk Penyakit Cushing ada, sebuah dosis tinggi uji supresi deksametason
dan / atau inferior petrosal sinus sampling (IPSS) dapat dilakukan. Selama tes
IPSS, seri endovascular pengambilan sampel darah vena untuk mengukur ACTH
dilakukan dari petrosus inferior dan sinus kavernosa dan perifer administrasi
berikut darah vena hormon corticotrophin-releasing (CRH), yang memungkinkan
diferensiasi Penyakit Cushing dari sekresi ACTH ektopik. IPSS memberikan
sensitivitas dan spesifisitas 92-100% untuk diagnosis suatu mikroadenoma ACTH
dan telah dilaporkan secara akurat memprediksi lateralitas dari mikroadenoma
dalam 60-84% pasien jika satu sisi menunjukkan tingkat ACTH diukur 1,4 kali
lebih tinggi dari sisi kontralateral.
Pada Cushing Disease dapat juga dilakukan pemeriksaan tambahan untuk menegakkan diagnosis, yaitu pemeriksaan:
a. Gula darah puasa dan tes A1c untuk penderita diabetes.
b. Tes lemak dan kolesterol.
c. Bone Mineral Density Scan untuk mengetahui tingkat kepadatan tulang.
Untuk
Cushing disease EAS (Ectopic ACTH
Secretion) dapat dilakukan:
a. PET/CT Scan (Positron
Emission Tomography and Computed Tomography Scanning)
b. MRI (Magnetic
Resonance Imaging)
PET/CT dan MRI keduanya digunakan untuk mengetahui daerah
atau lokasi pengeluaran ACTH di daerah yang ectopic
atau daerah yang abnormal.
Dari data anamnesis ditemukan bahwa
pasien sering mengalami pegal linu pada sendi-sendi di seluruh tubuh dan untuk
mengatasinya pasien meminum jamu pegal linu yang kemudian diketahui mengandung
obat steroid. Pasien juga merasakan nafsu makannya meningkat, berat badan
meningkat, wajah dan kaki membengkak, dan timbul garis-garis putih di paha dan
perut. Melalui pemeriksaan fisik ditemukan wajah moon face. Dengan
mempertimbangkan data hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik disimpulkan bahwa
pasien mengonsumsi jamu pegal linu yang mengandung obat steroid secara
berlebihan sehingga dapat diasumsikan bahwa pasien mengalami Cushing Syndrome. Bisa jadi pula pasien
mengalami Cushing Disease bila hasil
pemeriksaan MRI dan laboratorium menyatakan bahwa ditemukan tumor pada
hipofisis atau jumlah ACTH dalam tubuh melebihi batas normal.
c.
Tes kortisol urin bebas 24 jam
tidak dipengaruhi oleh faktor yang memodulasi level CBG (Corticosteroid Binding Globulin).. Pemeriksaan dilakukan selama 24 jam, selama durasi pemeriksaan harus minum air secara biasa dan tidak berlebihan, tidak boleh pula menggunakan obat kortisol. Pemeriksaan dilakukan selama 3 kali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Koleksi urin yang berlebih, meningkatnya konsumsi cairan, dan renal yang berfungsi abnormal, adalah gejala-gejala yang berkaitan dengan hasil negatif-palsu maupun negatif dari pemeriksaan. Rentang normal kadar kortisol urin untuk 0-2 tahun belum memiliki standar, 3-8 tahun adalah 1,4-2 μg/24 jam, 9-12 tahun adalah 2,6-3,7 μg/24 jam, 13-17 tahun adalah 4-5,6 μg/24 jam, 18+ tahun adalah 3,5-4,5 μg/24 jam. Hasil pemeriksaan yang melebihi rentang normal menunjukkan indikasi Cushing Syndrome.
tidak dipengaruhi oleh faktor yang memodulasi level CBG (Corticosteroid Binding Globulin).. Pemeriksaan dilakukan selama 24 jam, selama durasi pemeriksaan harus minum air secara biasa dan tidak berlebihan, tidak boleh pula menggunakan obat kortisol. Pemeriksaan dilakukan selama 3 kali untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Koleksi urin yang berlebih, meningkatnya konsumsi cairan, dan renal yang berfungsi abnormal, adalah gejala-gejala yang berkaitan dengan hasil negatif-palsu maupun negatif dari pemeriksaan. Rentang normal kadar kortisol urin untuk 0-2 tahun belum memiliki standar, 3-8 tahun adalah 1,4-2 μg/24 jam, 9-12 tahun adalah 2,6-3,7 μg/24 jam, 13-17 tahun adalah 4-5,6 μg/24 jam, 18+ tahun adalah 3,5-4,5 μg/24 jam. Hasil pemeriksaan yang melebihi rentang normal menunjukkan indikasi Cushing Syndrome.
d.
Tes malam hari kortisol saliva
tes ini dilakukann untuk
mengetahui kadar kortisol bebas, tidak dipengaruhi oleh CBG. Pemeriksaan
dilakukan pada jam 23.00-24.00, caranya yaitu saliva dikumpulkan dan diludahkan
secara pasif di tabung plastik atau dengan tampin yang diletakkan dimulut dan dikunyah-kunyah
selama 1-2 menit, setelah itu menghitung kadar kortisol pada saliva yang
didapat. Kadar normalnya adalah <145 ng/dL (<4 nmoL/L).
e.
Dexamethasone Supression
Test (DST)
Pemeriksaan ini bergantung
pada inhibisi feedback negatif glukokortikoid dari CRH dan ACTH sekresi yang
hilang. Pemeriksaan diawali dengan pemberian 1 mg dexamethasone pada jam 23.00-24.00, lalu pemeriksaan kortisol puasa
di hari berikutnya pada jam 08.00-09.00. Dari hasil pemeriksaan bisa diketahui
indikasi adanya Cushing Syndrome atau
tidak.
f.
IPSS
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui lokasi tumor pada kelenjar pituitari atau kelenjar hipofisis.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui lokasi tumor pada kelenjar pituitari atau kelenjar hipofisis.
g.
Pemeriksaan
ACTH
Jika
ACTH < 10 pg/ml, pasien menderita ACTH-independent
(adrenal cushing). Langkah
selanjutnya bisa melakukan pencitraan pada adrenal untuk melihat apakah ada
lesi berupa adenoma, karsinoma, atau hiperplasia
Jika ACTH 10 – 20 pg/ml, dimana termasuk normal.
Lakukan tes simulasi CRH. Apabila ada kenaikan ringan ACTH maka penyakit
terletak pada hipofisis, pasien medertia ACTH-dependent (pituitary cushing).
Namun, apabila belum jelas, maka diagnosis sementara adalah adrenal cushing. Kadar normal dari ACTH 9-52 pg/ml.
Daftar Pustaka
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. (2006). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid 3). 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wisse, B. (2015). Cushing Dissease. Diakses 21 Februari
2017.
https://medlineplus.gov/ency/article/000348.htm.
Wisse, B. (2015). Cushing Syndrome. Diakses 21 Februari
2017. https://medlineplus.gov/ency/article/000410.htm.
Henderson, R. (2015). Cushing's Syndrome. Diakses 22 Februari
2017.
Comments
Post a Comment
Mari berkomentar dengan baik dan bijak.....