Syarat Pengobatan & Konsep Thib An-Nabawi
Ibnul qayyim menjelaskan bahwa ilmu kedokteran medis ialah harus memenuhi berbagai macam syarat
Pertama, adanya ketepatan dalam memilih obat sesuai dengan jenis penyakit
Kedua, adanya ketepatan dalam menentukan dosis obat yang dibutuhkan tidak boleh lebih banyak atau lebih sedikit dari dosis yang dibutuhkan
Ketiga, adanya ketepatan dalam tata cara penggunaan obat tersebut
Keempat, adanya ketepatan dalam waktu pengobatan
Kelima, tidak terdapat kontraindikasi penggunaan obat tersebut bagi pasien tertentu
Keenam, yang terakhir tidak terdapat menghalang lain yang dapat menghambat kerja obat, sebagai contoh dalam waktu bersamaan pasien meminum obat lain yang ternyata dapat menghambat kerja obat tersebut.[1]
Sementara itu Ibnu Hajar Al asqalani rahimahullah menyebutkan
"Bahwa seluruh thabib telah sepakat pengobatan suatu penyakit berbeda-beda sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, dan waktu, jenis makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik."[2]
Para dokter pada masa silam juga sudah sepakat bahwa ada beberapa macam diare, salah satunya adalah diare karena banyak makan atau memakan makanan yang berat. Mereka sepakat bahwa terapinya adalah dengan dibiarkan buang air berkali-kali. Jika perlu obat tertentu obat bisa dipakai jika fisik pasien masih memungkinkan.
Syeikh Abu USama Salim bin Ied al Hilali menjelaskan "Sesungguhnya, istilah thibbun nabawi dimaksudkan untuk semua ppetunjuk valid dari Rasulullah yang berkaitan dengan masalah pengobatan, yaitu ketika beliau berobat dengannya atau beliau menjelaskan kepada orang lain, baik bersumber ayat-ayat al qur'an maupun hadits yang mulia. Hal itu mencakup metode yang bersifat pencegahan atau pengobatan yang dijelaskan atau dikabarkan oleh Rasulullah, motivasi beliau untuk berobat dengannya, atau wasiat beliau yang berkaitan dengan kesehatan manusia dalam berbagai kondisi kehidupan, baik berupa makan, minum, berpakaian, tempat tinggal, pernikahan, maupun ajaran syariat yang berkaitan dengan perkara pengobatan dan pencegahan penyakit." [3]
Sehingga ditarik kesimpulan sumber thibbun Nabawi itu berasal pertama dari Wahyu dan juga dari sungai kita dapat ada 4 model
Yang pertama, penjelasan melalui ucapan dalam bentuk kalimat berita atau perintah secara lisan misalnya perkataan rasul tentang keutamaan Habbatussauda. ("Sesungguhnya di dalam Habbatussauda (jintan hitam) terdapat penyembuh bagi segala macam penyakit, kecuali kematian" (HR Bukhori dan Muslim))
Kedua, penjelasan berupa contoh tindakan atau praktik Rasulullah contohnya keterangan dari sahabat bahwa Rasul berbekam pada saat puasa atau melakukan ihram
Ketiga, penjelasan berupa ucapan lisan dan praktek perbuatan contohnya selain melakukan bekam Rasul juga menjelaskan keutamaan berbekam
Keempat, penjelasan berupa persetujuan Rasulullah terhadap metode yang dilakukan oleh para sahabat contoh persetujuan Rasulullah terhadap tindakan sahabat yang meruqyah orang yang tersengat kalajengking dengan membacakan al-fatihah.
Jadi kalau berdasarkan penjelasan di atas, thibbun Nabawi itu harus bersumber dari Alquran ataupun sunah tidak hanya identik dengan pengobatan herbal belaka apalagi herbal yang menggunakan bahan-bahan yang tidak terdapat dalam penjelasan Rasul, contohnya obat-obat herbal dari daerah tertentu kalau di Indonesia itu seperti kamu kalau di Cina dan India yang tentunya tidak ada dalil dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Maka mari kita bijak dalam "melabeli" sebuah pengobatan dengan kata "thibb an nabawi" karena perlu kita ingat sebuah hadits "Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta atas seseorang (selainku), Siapa yg berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia menempati tempat duduknya nya di neraka.” (HR. Bukhari: 1291)
Sumber
1 Zad al-Ma'ad
2 Fath al-Bari
3 Ath-Thibb Nabawi : Wahyun am Tajribat
Thibbun Nabawi Tinjauan Syari'at dan Medis (M. Saifudin Hakim & Siti Aisyah Ismail)
Gambar : watyutink.com
Comments
Post a Comment
Mari berkomentar dengan baik dan bijak.....