SISTEMIC LUPUS ERYTHEMATOUS PADA ANAK
Systemic
lupus erythematous (SLE) atau lupus erimatosus sistemik
merupakan penyakit autoimun yang menyerang multiorgan (sistemik) ditandai
dengan inflamasi lluas pada pembunuh darah, jaringan ikat pada beberapa organ
tubuh bersifat episodic dengan diselingi oleh periode remisi (Jameson dkk., 2005; IDAI, 2011).
Gambaran klinisnya bisa berubah dan sangat bervariasi dengan perjalanan
penyakit yang sulit ditebak, tidak dapat diobati dan sering berakhir dengan
kematian (IDAI, 2011).
Angka kejadian pasti di
Indonesia belum didapatkan, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 0,05%-0,1%
dari populasi. Beberapa ras, seperti kaum kulit hitam, keturunan asli Amerika,
dan keturunan Hispanik, berisiko lebihtinggi terhadap SLE dan dapat mengalami
penyakit yang lebih parah. Distribusi jenis kelamin cukup jelas; SLE berkembang
pada wanita usia produktif sekitar sepuluh kali lipat daripada pria dengan usia
yang sama. Pada usia lebih muda, wanita tiga sampai empat kali lebih sering
daripada pria. Pada usia lebih tua, perbandingan wanita dan pria adalah 8:1
(Ginzer & Tayar., 2012; Maidhof dkk., 2012). SLE jarang terjadi pada anak
usia di bawah 5 tahun dan lebih banyak didominasi perempuan dibandingkan
laki-laki dan meningkat seiring dengan pertambahan usia karena pengaruh
estrogen (Soepriadi dkk., 2005).
SLE disebabkan
interaksi antara kerentanan gen (termasuk alel HLA- DRB1,IRF5, STAT4, HLA-A1,
DR3, dan B8), pengaruh hormonal, dan faktor lingkungan (Suarjana, 2014).
Manifestasi klinis
sangat bervariasi dengan penyakit yang sulit dan sering berakhir dengan kematian.
Manifestasi klinis terangkum dalam tabel di bawah ini (IDAI, 2011).
Sistem |
Klinis |
Konstitusional |
Demam, malaise, penurunan berat badan |
Kulit |
Ruam kupu-kupu (butterfly rash), lupus diskoid, eritema
periungual, fotosensitivitas, alopesia, ulserasi mukosa |
Muskuloskeletal |
Poliartralgia dan artritis, tenosinovitis, miopati, nekrosis
aseptik |
Vaskular |
Fenomena Raynaud, retikularis livedo, trombosis, eritromelalgia,
lupus profundus |
Jantung |
Perikarditis dan efusi, miokarditis, endokarditis Libman-Sacks |
Paru |
Pleuritis, pneumonitis basilar, atelektasis dan perdarahan |
Gastointestinal |
Peritonitis, disfungsi esofagus, kolitis |
Hati, limpa, kelenjar |
Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati |
Neurologi |
Seizure, psikosis, polineuritis, neuropati perifer |
Mata |
Eksudat, papiledema, retinopati |
Ginjal |
Glomerulonefritis, sindrom nefrotik, hipertensi |
E. Diagnosis
Penegakan diagnosis
dilakukan apabila ditemukan 4 dari 11 kriteria menurut American College of
Rheumatology 1997 (IDAI, 2011)
No. |
Kriteria |
Definisi |
1. |
Ruam malar (butterfly rash) |
Eritema fiksata, datar atau menimbul di daerah pipi, cenderung
mengecualikan lipatan nasolabial. |
2. |
Ruam diskoid |
Ruam eritema yang menimbul disertai pengelupasan keratotik dan
penyumbatan folikular. Pada lesi lama, dapat terjadi parut atrofik. |
3. |
Fotosensitif |
Ruam kulit yang timbul akibat paparan sinar matahari, pada
anamnesis/ pemeriksaan fisis |
4 |
Ulkus oral |
Ulserasi oral atau nasofaringeal yang tidak nyeri |
5. |
Artritis |
Artritis non erosif pada dua atau lebih persendian perifer,
ditandai dengan nyeri tekan, bengkak atau efusi |
6. |
Serositis |
Pleuritis, riwayat pleuritic pain atau
terdengar pleural friction rub, atau terdapat efusi pleura pada
pemeriksaan fisis atau Perikarditis, dibuktikan dengan EKG,
atau terdengar perikardial friction rub atau terdapat efusi
perikardial pada pemeriksaan fisis |
7. |
Gangguan ginjal |
Proteinuria persisten >0,5 g/ hari atau
pemeriksaan Bang (+3) jika pemeriksaan kuantitatif tidak dapat dilakukan atau Cellular cast, yaitu eritrosit, Hb,
granular, tubular, atau campuran |
8. |
Gangguan neurologi |
Kejang, tidak disebabkan oleh obat atau
kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit atau Psikosis yang tidak disebabkan oleh obat atau
kelainan metabolik (uremia, ketoasidosis, atau ketidakseimbangan elektrolit) |
9. |
Gangguan hematologi |
Terdapat salah satu kelainan darah: Anemia hemolitik dengan retikulositosis Leukopenia: < 4000/mm3 pada ≥ 1 pemeriksaan Limfopenia: < 1500/ mm3 pada ≥ 2 pemeriksaan Trombositopenia: < 100.000/ mm3 tanpa adanya intervensi obat |
10. |
Gangguan imunologi |
Terdapat salah satu kelainan: Anti ds-DNA diatas titer normal Anti- Sm (Smith) (+) Antibodi antifosfolipid (+) berdasarkan: 1. Kadar serum IgG atau IgM antikardiolipin yang abnormal 2. Antikoagulan lupus (+) dengan menggunakan tes standar 3. Tes Sifilis (+) palsu paling sedikit selama 6 bulan dan
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan mikroskopis atau antibodi treponema |
11. |
Antibodi antinuklir |
Tes ANA (+) |
F. Tatalaksana
Tatalaksana SLE
bergantung pada berat ringannya penyakit, melibatkan banyak ahli. Tujuan
pengobatan adalah mengontrol manifestasi penyakit sehingga anak dapat memiliki
kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat sekaligus mencegah kerusakan
organ serius karena pengobatan dan pemantauannya dilakukan seumur hidup.
Beberapa obat yang diberikan
1. Anti
Inflamasi Non Steroid (AINS) diberikan bila hanya mengenai kulit dan sendi
2. Anti
malaria diberikan bila didapatkan kelainan pada kulit/mukosa dengan atau tanpa arthritis
dan gejala konstitusional umum.
3. Perdinson
oral diberikan bersamaan dengan makanan
4. Imunosupresan/sitotoksi/imunomodulator
diberikan pada pasien yang tidak responsif pada pengobatan kortikosteroid atau
mendapat efek samping dari kortikosteroid
5. Mikofenolat
mofetil (MMF) diberikan bila refraker terhadap terapi konvensional
6. Obat
topical (seperti betametason, fluosinosid) diberikan apabila ada kelainan kulit
7. Fisioterapi
dilakukan apabila ada arthritis
8. Terapi
komplikasi/penyulir diberikan setelah dilakukan deteksi dini dengan tujuan
mencegah komplikasi. (IDAI, 2011; Klein dkk, 2004)
G. Edukasi
Penting menanamkan pada
keluarga/pasien tentang penyakit atau penyulit yang mungkin terjadi dan
pengobatan yang dilakukan secara teratur seumur hidup karena penyakit ini
merupakan penyakit seumur hidup (I Kasjmir dkk., 2014).
Hindari paparan sinar
matahari dengan tingkat UV tertinggi antara jam 9/10 pagi sampai jam 3 atau 4
sore, memakai pakaian lengan panjang, celana panjang, kerudung, topi hotam,
kalau bisa ditambah tabir surya. Untuk mencegah osteoporosis selama terapi
steroid dosis tinggi dilakukan deteksi dini dengan MRI, diet tinggi kalsium,
pemberian vitamin D adekuat dan olahraga. Untuk mencegah sistitis hemoragika
akibat siklofosfamid fapay fiberikan mesna intravena (IDAI, 2011).
Lebih dari 90% memiliki angka harapan hidup 5 tahun
dan 85% memiliki angka harapan hidup 10 tahun. Penyebab utama kematiannya
antara lain infeksi, nefritis, penykit SSP, perdarahan paru, dan infark jantung
(I Kasjmir dkk., 2014)
Daftar
Pustaka
Ginzler E, and Tayar J.
American College of Rheumatology. © 2012 American College of Rheumatology.
(Updated January 2012).
I Kasjmir, Y., Handono, K., Kurniati Wijaya, L., Hamijoyo, L., Albar,
Z., Kalim, H. and Kertia, N., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
6th ed. Jakarta: InternaPublishing, pp.3360-3377.
IDAI. 2011. PEDOMAN PELAYANAN MEDIS. 2nd ed. IKATAN DOKTER
ANAK INDONESIA, pp.175-183.
Jameson, J., Kasper, D., Fauci, A., Hauser, S., Longo, D., Loscalzo, J.
and Harrison, T., 2005. Harrison's Principles Of Internal Medicine.
17th ed. USA: McGraw-Hill.
Klein-Gitelman
MS, Miller ML. Systemic Lupus Erythematosus. Dalam: Nelson Textbook of
Pediatrics. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Edisi ke-17. Philadelphia:Saunders.
2004:809-813.
Maidhof W, Hilas O.
Lupus: An Overview of the Disease And Management Options. P&T. Vol.37.
No.4. April 2012.
Soepriadi,
M; Setiabudiawan B. Lupus eritematosus sistemik. Dalam: Garna H, Nataprawira
HMD, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-3.
Bandung: Bagian IKA FK Universitas
Padjadjaran, 2005;133-42
Suarjana, I., 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing, p.3342
Comments
Post a Comment
Mari berkomentar dengan baik dan bijak.....