Uretitis Gonorrhea


  1. DEFINISI

Uretritis pada pria adalah suatu kondisi peradangan yang ditandai dengan keluarnya duh pada uretra yang purulen atau mukopurulen dan kadang disertai dysuria. Patogen utama yang paling sering menyebabkan keluarnya duh uretra adalah Neisseria gonorrhoeae (N. gonorrhoeae) dan Chlamydia trachomatis (C. trachomatis).1 Neisseria gonorrhoeae, patogen manusia obligat, adalah penyakit menular seksual yang menyebabkan morbiditas di seluruh dunia konsekuensial baik di negara-negara berlimpah sumber daya dan terbatas sumber daya, dan diagnosis dan pengobatan memerlukan pengeluaran mahal setiap tahun. Seperti infeksi menular seksual (IMS) lainnya, gonore secara tidak proporsional berdampak pada populasi dewasa muda.2

  1. INSIDENSI

WHO memperkirakan bahwa 106 juta kasus baru ditemukan setiap tahun di seluruh dunia. Dengan lebih dari 500.000 kasus terjadi di AS, N. gonorrhoeae merupakan kasus infeksi menular seksual nomor 2 tertinggi di AS. Selama dekade terakhir, kejadian IMS gonore telah meningkat sebagai akibat dari meningkatnya jumlah strain resisten antibiotik.2 Tidak ada imunitas bawaan, walaupun bagi orang yang pernah menderita penyakit ini. Juga tidak ada perbedaan mengenai kekebalan antara berbagai suku bangsa, jenis kelamin atau umur.3

 

  1. PATOGENESIS

Gonokokus menyerang membran mukosa terutama mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur) dari saluran genitourinaria, mata, rektum dan tenggorokan. Gonokokus akan melakukan penetrasi permukaan mukosa dan berkembang biak dalam jaringan subepitelial serta menghasilkan berbagai produk ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kerusakan sel. Adanya infeksi gonokokus akan menyebabkan mobilisasi leukosit PMN (polimorfonuklear), menyebabkan terbentuknya mikro abses subepitelial yang pada akhirnya pecah dan melepaskan PMN dan gonokokus.3,4

Penularan terjadi melalui kontak seksual dengan penderita gonore. Masa inkubasi penyakit sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi antara 2-8 hari, dengan kebanyakan infeksi menjadi simptomatik dalam 2 minggu. Kadang-kadang masa inkubasi terjadi lebih lama dan hal ini disebabkan karena penderita telah mengobati diri sendiri, tetapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar sehingga tidak diperhatikan oleh penderita. Hanya sekitar 10% dari infeksi ini yang asimptomatik pada pria. Masa inkubasi pada wanita sulit ditentukan karena pada umumnya asimptomatik, dan baru diketahui setelah terjadinya komplikasi.5 Faktor risiko gonore adalah kontak seksual dengan orang yang terinfeksi atau seseorang dari daerah endemik; pernah gonore sebelumnya, IMS atau human immunodeficiency virus (HIV); menjadi remaja yang aktif secara seksual; memiliki banyak pasangan; dan menjadi pekerja seks, pemuda jalanan dan/atau laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL).1,5 Pengelompokan geografis infeksi gonokokal dikaitkan dengan kelompok etnis minoritas, status sosial ekonomi rendah, dan pendidikan yang rendah.6

 

 

  1. GAMBARAN KLINIS

Gonore sering asimtomatik pada wanita dan bergejala pada laki-laki. Ketika bergejala, presentasi klinis pada wanita yaitu keputihan, disuria, dispareunia, perdarahan uterus abnormal, nyeri perut bagian bawah dan/atau dubur. Uretra dan serviks adalah tempat anatomi yang paling sering terkena, diikuti oleh daerah anal dan faring.6 Jika servisitis tidak terdeteksi dan tidak diobati, infeksi gonokokal asenden dapat menyebabkan keterlibatan saluran reproduksi bagian atas seperti salpingitis dan pelvic inflammatory disease. Pelvic inflammatory disease dapat bermanifestasi dengan nyeri panggul, infertilitas, dan meningkatkan risiko kehamilan ektopik.2

Pada pria, gejalanya keluarnya cairan dari uretra dan/atau gatal, disuria dan nyeri testis atau dubur. Pada pemeriksaan tampak orifisium uretra eksternum hiperemis, edema dan ektropion. Pada beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal media unilateral atau bilateral.5 Pada kebanyakan kasus, laki-laki akan segera berobat karena gejala yang mengganggu sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi lebih lanjut, namun tidak cukup untuk mencegah terjadinya penularan.6,7

  1. DIAGNOSIS

Diagnosis uretritis gonore ditegakkan berdasarkan anamnesis dari adanya coitus suspectus, fellatio, atau cunilingus, dan juga gejala klinis uretritis. Dari pemeriksaan obyektif ditemukan adanya duh, meningkatnya jumlah PMN pada pemeriksaan Gram dari duh uretra, serta beberapa macam pemeriksaan laboratorium untuk deteksi Nesseria gonorrhoeae antara lain pemeriksaan langsung dengan pewarnaan Gram, pembiakan dengan pembenihan Thayer Martin, pemeriksaan enzyme immunoassay dan Polimerase Chain Reaction (PCR).3,8 Dalam menegakkan diagnosis uretritis gonore akut perlu juga untuk menyingkirkan diagnosa pembandingnya, yaitu uretritis non-gonore akut yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma genitaslium, Trichomonas vaginalis, jamur dan herpes simplex virus.5

Pengecatan dengan gram
Ditemukan bakteri diplococcus gram negatif intraseluler dan ekstraseluler


  1. DIAGNOSIS BANDING

Gejala urogenital yang disebabkan oleh gonore dapat diamati dengan penyakit menular seksual lainnya, serta penyakit menular non-seksual. Penyakit menular seksual yang dapat menyebabkan disuria, keputihan, keputihan abnormal, dan nyeri panggul antara lain Chlamydia trachomatis, Trichomonas vaginalis, Treponema pallidum, Mycoplasma genitalium, dan virus herpes simpleks.9

 

  1. TATALAKSANA

a.       Tatalaksana non medikamentosa.

Pasien juga diberikan terapi non medikamentosa berupa anjuran bila memungkinkan, periksa dan obati pasangan seksual yang kontak dengan pasien 60 hari sebelum timbul gejala (notifikasi pasangan), dianjurkan pula untuk tidak melakukan hubungan seksual (abstinensia) sampai terbukti sembuh secara laboratorius, dan bila tidak dapat menahan diri dianjurkan untuk memakai kondom, melakukan kunjungan ulang untuk tindak lanjut di hari ke-3 dan hari ke-7, serta sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Tidak lupa juga diberikan konseling kepada pasien mengenai penyakit pasien, penyebab dan cara penularannya, komplikasi jika tidak diobati secara tuntas, terapi dan aturan penggunaannya, serta prognosisnya.3,7

b.      Tatalaksana medikamentosa

     Secara umum disarankan agar terapi anti-klamidia bersamaan diberikan kepada semua pasien dengan gonore, karena 10-30% penderita dengan infeksi gonore ko-infeksi juga dengan chlamydia. Untuk infeksi klamidia terapi yang direkomendasikan adalah azitromisin 1 g peroral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg peroral dua kali sehari selama 7 hari. Azitromisin 1 g ternyata tidak cukup efektif, mahal dan dapat menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan, sehingga biasanya dipilih doksisiklin sebagai pasangan terapi ganda rutin untuk pengobatan medikamentosa uretritis gonore.  Terapi ganda juga menurunkan perkembangan resistensi bakteri terhadap antimikroba.7,10 Namun tetap yang paling ideal adalah melakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui organisme penyebab, oleh karena itu pada praktisnya dibedakan antara ada atau tidaknya fasilitas pemeriksaan mikroskopis.5 Pemberian terapi ganda tidak berlaku jika pemeriksaan laboratorium dapat menyingkirkan C. Trachomatis sebagai penyebab.10 Untuk pengobatan gonore yang perlu diperhatikan adalah efektivitas, harga dan ketersediaan obat, dan sedikit mungkin efek toksiknya.

     Pengobatan Gonore dipersulit oleh kemampuan N. gonorrhoeae untuk mengembangkan resistensi terhadap antimikroba. Sefiksim 400 mg telah banyak digunakan sebagai dosis tunggal pengobatan oral untuk gonore, namun beberapa laporan pengobatan terbaru menunjukkan kegagalan sefiksim 400 mg sebagai pengobatan dosis tunggal. Oleh sebab itu pedoman pengobatan terbaru yang diberikan oleh CDC merekomendasikan seftriakson 250 mg intramuskular dosis tunggal dan Azitromisin 1gr oral dosis tunggal untuk pengobatan infeksi gonokok tanpa komplikasi. Sefiksim hanyalah sebuah alternatif pilihan jika pemberian injeksi intramuskular tidak mungkin atau ditolak oleh pasien.11, 12

 

  1. KOMPLIKASI

Komplikasi umumnya akan timbul jika uretritis tidak cepat diobati atau mendapat penggobatan yang kurang adekuat. Disamping itu, penyulit ureteritis gonore pada umumnya bersifat lokal sehingga penjalarannya sangat erat dengan susunan anatomi dan faal alat kelamin. Pada pria, komplikasi bisa terjadi secara lokal, asendens, dan diseminata. Komplikasi lokal yang terjadi dapat berupa tysonitis, parauretritis, litritis, cowperitis. Komplikasi asendens berupa prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis. Sedangkan untuk penyulit sistemiknya meliputi Disseminated Gonococcal Infection (DGI) dan arthritis gonococcal.4,5

  1. PROGNOSIS

Pasien memiliki prognosis yang sangat baik dengan tingkat kesembuhan yang tinggi bila didiagnosis dan diobati dengan tepat. Pengobatan untuk pasangan seksual harus ditangani bila sesuai untuk organisme menular tertentu. Sayangnya, individu yang aktif secara seksual biasanya terinfeksi ulang oleh pasangan yang tidak diobati. Penting untuk identifikasi dan pengobatan segera karena beberapa organisme penyebab memang membawa risiko komplikasi yang tidak menyenangkan dan merusak. Morbiditas gonore telah meningkat selama 20 tahun terakhir akibat perkembangan resistensi antimikroba.13

DAFTAR PUSTAKA

 

1.      Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Sexually transmitted disease treatment guidelines [internet]. USA:CDC; June 2015. Available from https://www.cdc.gov/std/tg2015/gonorrh ea.htm.

2.      Springer C, Salen P. Gonorrhea [Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2021 [cited 5 November 2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558903/

3.      Martiastutik, D. 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya : Airlangga University Press.

4.      Daili, S.F. 2014. Infeksi Menular Seksual. Edisi Keempat. Jakarta : Badan penerbit FKUI, p.65-76

5.      Daili, S.F. & Nilasari, H. 2016, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, p.443-449, 495

6.      Piszczek J, St. Jean R, Khaliq Y. Gonorrhea [Internet]. 2015 [cited 5 November 2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4366410/

7.      World Health Organization. 2014. Guidelines For The Management Of Sexually Transmitted Infection [internet]. Place unknown:WHO ; February 2004. Available from: http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/42782/1/9241546263_eng.pdf?ua=1

8.      Bachmann L.H. et al. 2015. Advances in the Understanding and Treatment of Male Urethritis. Clinical Infectious Diseases [internet]. Volume 61 (8): Pages S763–S769. Available     from https://academic.oup.com/cid/articlelookup/doi/10.1093/cid/civ755 DOI org/10.1093/cid/civ755

9.      Workowski KA, Bolan GA., Centers for Disease Control and Prevention. Sexually transmitted diseases treatment guidelines, 2015. MMWR Recomm Rep. 2015 Jun 05;64(RR-03):1-137.

10.  Garcia, A.L. et all. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Seventh Edition. New York: McGraw Hill, p. 1993 – 97

11.  Centers for Disease Control and Prevention. 2015. Sexually transmitted disease treatment guidelines [internet]. USA:CDC; June 2015 [updated 2016 July 27 ; cited 2021 Nov 5]. Available from https://www.cdc.gov/std/tg2015/gonorrh ea.htm

12.  Bignell C. & Unemo M. 2012. European guideline on the diagnosis and treatment of gonorrhoea in adults. Int J STD AIDS [internet]. [cited 2021 Nov 5]; 24 (85): Page.85-92. Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24400344  DOI: 10.1177/0956462412472837

13. Suay-García B, Pérez-Gracia MT. Future Prospects for Neisseria gonorrhoeae Treatment. Antibiotics (Basel). 2018 Jun 15;7(2)

Comments

Popular posts from this blog

Manfaat Limit Dalam Kehidupan Sehari-hari

Pakaian Adat Jawa Tengah Pria

Pakaian Adat Jawa Tengah Perempuan