Kan gaboleh kena air, berarti gaboleh berwudhu, masak sholat?




"MasyaAllah pak, ketemu lagi ya sama saya setelah kemarin 2 minggu bareng di rs yang kemarin"

"Iya to mas, ternyata masih belum sembuh, akhirnya dirujuk ke Jebres"

"Oh nggih pak, niki saya ijin membersihkan kulitnya bapaknya, jadi maaf kalau mengganggu istirahatnya"

"iya mas, kula matur nuwun dah dibantu dirawat"

"nggih pak, la panjenengan niki sampun sholat subuh atau belum pak? Kalau belum, bapak sholat dulu saja"

"endak mas, kan saya masih sakit, gaboleh kena air, masak sholat tanpa wudhu"

"hlo jadi selama ini endak sholat subuh pak?"

"yo endak, kan gaboleh kena air, masak sholat"


Begitulah kira kira jawaban pasien medikasiku saat aku (penulis) menjalani koas stase kulit. Saat itu aku ditugaskan melakukan medikasi ke pasien yang mengalami DRESS (Drug Reaction With Eosinophilia and Systemic Symptom), dimana pasien mengalami kondisi kulit yang mengelupas dikarenakan karena obat. Medikasi ini aku lakukan bersama teman teman tiap pagi hari setelah sholat subuh. 


DRESS (Drug Reaction With Eosinophilia and Systemic Symptom) sendiri merupakan reaksi idiosinkratik yang terjadi pada pemberian obat dalam dosis terapi, yang ditandai adanya erupsi eritematous, demam, kelainan hematologi terutama adanya eosinofilia dan adanya keterlibatan organ dalam seperti: limfadenopati, hepatitis, pneumonitis, miokarditis, nefritis. 

Paling nampak adalah kondisi kulit pasien mengalami pengelupasan dan di beberapa bagian terkadang ada yang sampai muncul luka, hal ini yang menyebabkan pasien mengeluhkan perih dan nyeri ketika terkena air.

Pada posisi ini, begitu pula pasien pasien yang mempunya luka lebar baik setelah jatuh, operasi, atau bahkan memang mengoreng, banyak yang bertanya ke aku dan teman teman tenaga kesehatan tentang cara mereka untuk ibadah terutama yang beragama islam, bagaimana cara mereka untuk sholat padahal mereka sendiri takut kalau sakitnya kena air akan bertambah parah.


Satu hal yang pasti, selama kondiri masih sadar, maka kewajiban sholat akan selalu melekat, Allah berfirman

اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا


"Sungguh, sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS. An Nisa: 103)


Bahkan ketika kita tak mampu berdiri, diperintahkan untuk duduk atau berbaring (Majmu fatawa wa rasail).


صَلِّ قَائِماً، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِداً، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ


Shalatlah berdiri, jika tidak mampu maka duduk, jika tidak mampu maka berbaring (HR. Bukhari no 1117).


Lantas bagaimana cara bersucinya, apakah langsung otomatis bertayamum?

Ustadz Amru Nur Kholis dan Syaikh Dr. Said bin Ali al Qahthani menjelaskan bahwa muslim boleh bersuci dari hadas besar dan kecil sesuai kadarnya tapi jangan sampai meninggalkan cara bersuci secara sempurna sesuai dengan kondisi normal namun bila tidak memungkinkan ia bisa bertayamum atau bersuci sesuai keadaannya. 



Ada beberapa hal yang bisa diperhatikan

1. Bila memang pasien mengalami hal yang menyebabkan dia berhadas terus seperti istihadhah atau keluar kencing terus (pada pasien inkontinensia urine) maka para ulama megqiyaskan dengan keadaan istihadhah yang sudah kita ulas sebelumnya.


2. Apabila pasien kesusahan untuk bersuci, maka dibolehkan untuk diwudhukan atau ditayamumkan seperti yang dijelaskan dalam safinatu an-najah 

3. Apabila pasien terdapat luka bernanah atau patah tulang atau memakai perban atau sebagainya, ustad Dr. Muhammad Abduh Tuasikal, MSc., menukil penjelasan Syeikh Shalih al Utsaimin dalam fathu dzil jalal wal ikram; perlu memperhatikan 

a. Bila luka itu boleh terkena air, maka tetap berwudhu dengan membasuhnya

b. Bila lukanya terdapat gips atau perban namun gips nya atau perbannya dibolehkan terkena                      air, maka diusap saja cukup lukanya itu, sementara yang lain tetap berwudhu sesuai biasa.

c. Bila memang sama sekali tidak boleh terkena air, maka barulah diganti dengan bertayamum


4. Bila pasien terpasang kateter urine, bila memang tidak boleh dilepas maka para ulama mengqiyaskan sama seperti hukum istihadhah.


'ala kulli hal, Allah sudah memberikan kemudahan untuk kita agar selalu menjaga ibadah kita

Allah berfirman "Bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghabun: 16).

Ustadz Abdullah Zaen menjelaskan makna ayat ini bukan hanya berdasar subjektif kita, namun seperti yang disebutkan dalam hadits "Apa yang aku larang untukmu, maka jauhilah. Dan apa yang aku perintahkan untukmu, maka kerjakanlah menurut kesanggupanmu” (Muttafaqun ‘Alaih).


Jadi jangan ada lagi alasan bagi kita untuk meninggalkan sholat.

Allahu a'lam

Batang, 23 September 2024

Rumah Tercinta


Ulul Albab



Referensi

Ensiklopedia Shalat Karya Dr. Sa'id bin Ali bin Wahf al- Qahthani

Tatacara bersuci dan shalat bagi orang sakit karangan Ustadz Amru Nur Kholis

Kajian Ustadz Dr. Muhammadu Abduh Tuasikal, MSc., tentang fiqh

https://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/1118/1004



Comments

Popular posts from this blog

Manfaat Limit Dalam Kehidupan Sehari-hari

Pakaian Adat Jawa Tengah Pria

Laporan Praktikum Tingkat Reaksi